Sabtu, Oktober 26, 2024
20 C
East Kalimantan
spot_img

GMNI Kutai Timur Tolak Kebijakan TAPERA dan Izin Usaha Pertambangan untuk Ormas Keagamaan

Kutai Timur, Kaltimnesia.id, – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kutai Timur menggelar aksi serentak di Simpang Tiga Pendidikan. Aksi tersebut diikuti oleh sekitar 30 orang kader GMNI Kutai Timur, yang menyuarakan penolakan terhadap dua kebijakan pemerintah serta satu desakan penting kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kutai Timur.

Dalam aksinya, DPC GMNI Kutai Timur menolak tegas dua Peraturan Pemerintah (PP) yaitu PP No. 21 tahun 2024 tentang Tapera: Tabungan Perumahan Rakyat dan PP No. 25 tahun 2024 tentang Izin Usaha Pertambangan untuk Ormas Keagamaan

Selain itu, mereka juga mendesak Pemda Kutai Timur untuk segera menurunkan dana operasional Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (Stiper) Kutai Timur.

Koordinator Lapangan (KORLAP), Bung Deo, menyampaikan penolakannya terhadap kebijakan tersebut dengan tegas. Ia menilai kebijakan-kebijakan tersebut hanya menguntungkan segelintir oknum dan tidak berpihak pada masyarakat.

“Kebijakan tersebut hanya untuk kepentingan beberapa oknum, bukan masyarakat,” tegas Bung Deo. Rabu (3/07/24)

Bung Deo menambahkan, PP No. 21 tahun 2024 tentang Tapera Tabungan Perumahan Rakyat tidak layak diterapkan karena hanya akan menambah beban rakyat di tengah perekonomian yang tidak stabil.

“Mengingat hadirnya PP No. 21 tahun 2024, saya menilai ini bukan untuk rakyat. Ini bakal menjadi masalah baru bagi rakyat, di mana perekonomian masyarakat yang tidak stabil akan semakin terbebani. Maka dari itu, GMNI menolak hadirnya PP No. 21 tahun 2024 tersebut,” ujarnya.

Selain itu, PP No. 25 tahun 2024 tentang Izin Usaha Pertambangan untuk Ormas Keagamaan juga mendapat penolakan keras dari GMNI Kutai Timur. Menurut Bung Deo, kebijakan tersebut sangat tidak relevan dengan kondisi masyarakat saat ini, khususnya di Kalimantan Timur dan Kutai Timur yang merupakan wilayah aktivitas pertambangan.

“Dari seluruh Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tersebar, 58% lahan Kalimantan Timur sudah menjadi konsesi lahan pertambangan. Penambahan izin untuk ormas keagamaan hanya akan memperburuk keadaan dan mengancam masyarakat lokal serta hutan adat. Oleh karena itu, GMNI menolak kebijakan tersebut,” tambahnya.

Di poin ketiga, GMNI Kutai Timur mendesak Pemda untuk segera menurunkan dana operasional Stiper Kutai Timur. Bung Deo menekankan pentingnya kejelasan dan tindakan konkret terkait dana operasional yang belum dibayarkan selama enam bulan, termasuk gaji dosen Stiper.

“Pemerintah daerah seharusnya membuat peraturan daerah (PERDA) untuk kejelasan dana operasional ke depannya,” desaknya.

Aksi ini merupakan bentuk kepedulian dan perjuangan GMNI Kutai Timur dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat dan lingkungan yang lebih baik. Mereka berharap, Pemda Kutai Timur segera merespons tuntutan tersebut demi kesejahteraan bersama. (red/kalnes01)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Terbaru